Loving, Ignoring, Accepting
Jadi begini ceritanya
Kali ini, gue mau share tentang beberapa pengalaman gue, kalo gue bilang pengalaman cinta yah jadi kayak cerita sinetron yang gagal tayang, kalo gue bilang pengalaman buruk, yah nggak buruk buruk amat sih, intinya pengalaman gue bersama wanita wanita tegar, aneh, cuek dan keren yang berada disekitar gue.
Setiap kali seorang lelaki mengejar wanita wanita di sekitarnya pasti ada beberapa hal yang akan mereka terima, ada proses yang dilalui dalam hal tersebut yang biasa kita sebut PDKT.
Menurut Raditya Dika, banyak hal hal aneh dan kejijian kejijian yang tersirat didalam PDKT, dan sepertinya gue setuju sama hal itu.
Hem, here we go.
Gue mau share tentang pengalaman gue bersama pacar pertama gue, katanya, kalo pacar pertama itu adalah perempuan yang paling nggak bisa elo lupa sesudah nyokap dan nenek elo, dan cewe pertama yang gue pacarin adalah Yeye.
Ainun Risky Putri Larasati .als Yeye .als Tembem, cewe yang ( hampir ) tinggi ini sebenarnya seru untuk di ajak ngobrol, walaupun agak cengeng dan manja, kalo mau di bayangkan Yeye itu salah satu personil CheeryBelle, CHIBI CHIBI CHIBI.
Awal mula kenalan gue sama Yeye cukup singkat, hubungan gue berawal dari rasa suka Yeye terhadap salah satu teman SD gue yang jago main basket, nama temen SD gue itu adalah Aldri
“ aghy? “
“ iya? “
“ elo kenal Aldri nggak? “
“ hem, nama lengkapnya siapa? Gue nggak punya kenalan namanya Alfri “
“ Aldri ghy “
“ iya, iya, namanya aja udah ribet, gimana mukanya “
“ ngakunya sih temen SD elo “
“ hem, tanya dulu deh nama lengkapnya siapa, terus tanya ke gue “
Yeye mulai penasaran, malamnya, Yeye tanya ke Aldri tentang nama panjangnya Aldri, kesokan harinya, dia kasih tau ke gue tentang nama panjangnya Aldri
“ ghy, nama lengkapnya Ahmad Renaldi “
“ oh, iya iya, gue kenal kok “
Yang pertama kita hanya membahas Aldri di koridor kelas, pembahasan kita berlanjut, yang awalnya cuma di koridor, sekarang berlanjut dengan lebih sering smsan, semakin sering smsan, topik yang kita bahas semakin menjauh dari Aldri, Aldri sedikit demi sedikit menghilang dari pembicaraan kita berdua, gue semakin comfort dengan pertemanan gue sama Yeye, berhubung otak gue agak error, gue sering nge banyol, sehingga Yeye sering ketawa gara gara ke konyolan gue itu, buktinya, dengan isi sms yang di dominasi “ haha “.
Sebelum tidur, biasanya gue smsan lagi, kadang telponan, dan gue nggak terlalu yakin kalo hubungan gue bakalan jadi spesial dengan dia.
Kemudian temen kelas gue, Dea, bilang ke gue kalo sebenarnya gue udah ngegantung hubungan gue dengan Yeye, gue nggak percaya, seharusnya gue cuman berhubungan seperti ini, dan nggak akan berlebihan daripada sekedar teman yang menyukai temannya yang lain.
Kalo nggak salah hari itu tanggal empat, bulan Desember, tahun duaribu sembilan, siang itu sama seperti biasanya, gue mau siap siap pulang ke rumah, berhubung rumah gue masih di Permata Hijau, gue harus lebih cepat pulang daripada temen temen gue yang lain, mengingat jarak Ahmad Yani ke Permata Hijau cukup jauh, ditengah tengah persiapan pulang, Dea langsung menyerang gue dengan beberapa pertanyaan
“ ghy? “
“ hem, iya, kenapa Dea? “
“ elo nggak mau nembak Yeye? Kasian tau, elo kasih kayak gitu terus “
“ maksudnya? “
“ ya elah, ghyiii ghy, elo masih nggak ngerti juga? dia itu suka sama elo! “ Dea ngotot sambil memukul meja perlahan
“ iya, iya, tapi kan … dia suka sama temen SD gue? “
“ itu hanya alibinya, mana mungkin dia suka sama temen elo, tapi, jarang banget kontek kontekannya? “
“ betul nih? Gue nggak yakin Dea “
“ coba elo tembak hari ini “
Ok, gue belum siap untuk hubungan pertama kali ini, kadang, gue nervous kalo di depan guru gue yang galak, atau tidak dengan laki laki setengah masak yang banyak di dekat sekolahan gue.
Hari itu, gue nekad ke kelasnya, berhubung gue mau nembak cewe gue harus bawa temen kelas gue, gue nggak tau prosedur seorang laki laki menyatakan cinta kepada wanita.
Kiki, Ino, Dea, dan Elsya, kayaknya gue membawa orang orang yang salah, setidaknya, mereka mereka lah yang menjadi manusia yang nemenin gue ke kelasnya Yeye.
Yeye masih sibuk dengan buku matematika dan biologi yang masih berserakan, kelasnya sudah kosong, tinggal dia dan Rima yang masih tinggal di kelasnya, karena masih mengecek buku bukunya yang ingin di bawa pulang.
Dari kejauhan gue datang, padahal cuman dari depan kelas ke bangkunya yang ada di belakang, lantas, kenapa gue bilang jauh? Kok jadi bingung sendiri?? Gue datang dengan perasaan was was, kok gue tiba tiba nervous? Yeye kan bukan guru gue yang galak? Akhirnya gue panggil dia
“ Yeye? “
“ iya, kenapa ghy? “ Yeye tiba tiba maju ke depan kelas
“ gini, sebenarnya gue itu … suka sama elo “
Yeye diam, berjalan perlahan ke jendela dengan kaca terbuka, memegang rang jendela seakan tidak kuat menerima gue dalam hidupnya, rambutnya tertiup bersama gorden tua berwana Hijau Tosca yang udah bapuk penuh dengan daki.
Rima datang, mendekati Yeye, sambil bilang
“ udah Ye’, terima aja, lagiankan elo udah deketkan sama aghy? dan kalo gue lihat, elo cocok kok sama aghy “
“ hem, jadi? “ Yeye merubah raut mukanya menjadi bingung
“ yah udah, terima aja “ kata Rima, polos
Sambil berhenti memegang rang jendela, menghela napas panjang, dia balik menghadap ke gue, sembari mengatakan
“ ok ghy, gue terima “
Dengan Yeye bilang terima, robongan dari kelas gue tiba tiba teriak dengan keras di koridor kelas, layaknya tahun baru, kata kata Yeye seperti pertanda tahun baru, temen temen gue berubah jadi petasan
“ WOIIII, AGHY JADIAN SAMA YEYE, CIEEEEE AGHY BISA PACARAN NIH YEE “ teriak Elsya, Dea dan Kiki dengan noraknya
Orang orang yang keluar dari kelasnya masing masing, sembari bergerombol di tengah tengah indoor sekolah, tiba tiba balik dan menengok ke arah koridor kelas tiga di lantai dua, dan disitu gue dan Yeye berjalan perlahan menuju tangga.
Kita diarak sampai ke depan pintu gerbang sekolah, banyak yang nyalamin, banyak yang bilang cie cie, banyak yang nggak percaya, seorang homo dari kelas IXi melepas tittlenya sebagai homo, kemudian gue ketawa dalam hati, karena image gue sebagai homo mulai di tinggalkan.
Sementara berjalan menuju gerbang sekolah, gue mau coba buat pegang tanganya, gue gemeteran, lutut gue lembek, gue terlalu cupu memegang tangan seorang cewe, jadi, gue nggak jadi pegang tangannya.
Hari demi hari gue jalani dengan hubungan bersama Yeye, gue pun semakin merombak diri, gue harus bisa menjadi cowo perhatian, tiap kali Yeye nggak mau makan, gue ngambek sama dia, gue tau kalo dia itu kena maag, dan katanya udah akut gitu, parno lah gue kalo mendengar orang yang gue pacarin lagi sakit.
Smsan tiap hari gue mulai menurun intensitasnya, gue mulai susah mencari topik untuk di bahas berdua, gue bosan tiap hari harus nyuruh dia makan, dan dia bosan kalo di suruh makan sama gue.
Sampai akhirnya gue putus.
Satu bulan empat hari, hubungan gue begitu singkat, sama singkatnya dengan cara Yeye mutusin gue, awalnya gue terima aja, yang gue rasa hanya sakit, bukan di kepala, tapi, di hati gue.
Gue mulai tau bagaimana rasa sakit ketika ditinggalin, dan setiap fase dalam pacaran gue udah tau.
Berjalannya waktu menghapus memori gue tentang Yeye, ibarat MicroSD, otak gue kecil, memori dalam otak masih banyak yang kosong, sisanya memorinya tentang gue bersama Yeye, tetapi, isi otak gue udah di format, termasuk memori gue bersama Yeye.
Menghilang dari suatu hubungan bukan berarti menghapus mantan dari pikiran gue, gue masih sering kontek kontekan sama Yeye, dan itu masih berlangsung sampai sekarang.
Kemudian gue kembali berhubungan dengan beberapa orang baru dalam hidup gue, salah satunya Wiwi.
Wiwi adalah anak SMPN02 kelas dua, sekolahnya sampingan dengan sekolah gue, SMPN02 menyimpan salah satu mutiaranya di tengah tengah ramainya anak SMP yang masih labil.
Gue bisa kenalan sama Wiwi gara gara pacarnya Rezman sahabatan sama Wiwi.
Kalo nggak salah ingat, gue kenalan sama dia pas gue pulang dari Gramedia, Rezman dan Tisa ( pacarnya Rezman yang sahabatan sama Wiwi ) lagi ngobrol ngobrol di food court bareng temen temennya Tisa
“ hei ghyyy “ teriak Rezman dari jauh
“ hei “ gue melambaikan tangan
Teriakan itu seperti undangan untuk bisa nimbrung bareng sama mereka, gue kenalan satu persatu sama temen temennya Tisa, termasuk Wiwi.
Memang diantara temen temennya, Wiwi lah yang paling unyu, dengan tampang baby face, senyum lugu sambil tertunduk, poninya mangkuk yang menutupi setengah wajahnya semakin membuat Wiwi sangat misterius dan mengundang banyak tanya, disisi lain gue mulai kagum melihatnya dari fisik.
Setelah beberapa hari, Tisa bilang ke gue kalo Wiwi suka sama gue, katanya, dia suka cowo humoris, kemudian gue hadir sebagai badut di kehidupannya, membuat setiap senyum misteriusnya semakin memikat.
Smsan adalah cara ampuh untuk tetap berhubungan dengan si doi, gue menghadapi Wiwi dengan cara yang sama ketika gue menghadapi Yeye, dan gue tetap menjadi cowo yang perhatian.
Hari ke enam gue pacaran Wiwi mulai berubah, gue nggak tau kenapa, dan tiba tiba gue putusin sama Wiwi.
Hubungan gue kembali sangat singkat, satu minggu, sepertiga dari waktu yang diperlukan dalam proses kehamilan seekor tikus.
Setelah hubungan singkat itu, gue saling membenci, gue nggak tau kenapa? Mungkin gara gara waktu itu gue mau UN, setidaknya dia harus mengerti posisi gue sebagai anak kelas tiga yang mau UN, dia butuh perhatian gue dan gue harus tetep UN, kasian di guenya kan?
Wiwi berpikir lambat, kalo lulus UN kan siapa yang bangga? Orang tua gue kan? Bukannya pacar gue? ( nggak nyambung ghy )
Selesai dari hubungan yang sangat singkat itu gue berlari, berlari, dan berlari ke beberapa wanita wanita muda yang menarik, tetapi, hanya berakhir sebagai teman dan beberapa mentok sebagai sahabat.
Teknologi sebagai prasarana buat gue berhubungan dengan beberapa wanita dari masa lalu, Nina, temen SD gue yang gue sayang ( waktu itu ) menolak perasaan gue.
Menyimpan perasaan selama tiga tahun bukanlah hal yang mudah, bisa dibayangkan perasaan gue adalah sebuah folder yang isinya tentang seseorang, kemudian di hide, lalu di cari kembali, hal seperti itu adalah bagian yang sulit untuk menjalani fase PDKT, dibesarkan sebagai seorang penakut, gue takut kalo hubungan gue bakalan berakhir singkat kembali.
Gue yang memulai untuk mengajak dia jalan, hari itu gue ngajak dia nonton.
Setelah pertemuan pertama kali gue setelah tiga tahun nggak ketemu dari SD, gue langsung nembak dia, dan sudah jelas, gue di tolak, gara gara gue melewatkan salah satu proses untuk menjalani suatu hubungan, PDKT.
Setiap hari di otak gue hanya Nina, Nina, dan Nina lagi, semakin keras gue berusaha untuk ngelupain dia, semakin parah rasa sakit yang gue alamin, tapi, demi seorang cewe, dan demi perasaan yang harus gue obatin, gue kembali berusaha.
Ada salah satu artikel yang pernah gue baca, kalo nggak salah di artikel itu ada kata kata yang menurut gue keren, seperti ini kata katanya
“ setiap kali kalian berusaha, maka semakin dekat apa yang kamu butuhkan, bukan yang kamu inginkan “
Dan gue sadar, sekarang, tuhan memberikan yang gue butuhkan, yang gue butuhkan adalah menghindar dari Nina, dan yang gue inginkan waktu itu adalah berhubungan lebih daripada sekedar teman dengan seorang Nina.
Terbukti, dengan hubungan gue yang ( kembali ) singkat bersama Nina, dua bulan, dua hari, kembali, gue yang diputusin bukan gue yang mutusin. Apes.
Lama ketahuan baru ketahuan, Nina mutusin gue karena ada cowo lain, dan gara gara itu, gue mulai melupakan Nina, rasanya cukup membuat seorang alien menggalau beberapa hari, trying to forget somebody it’s hard, sekian hari gue putus, gue mulai melupakan Nina, but, gue masih sering kontek kontekan sama dia.
Mungkin kalo elo salah satu readers gue, pasti kalian udah baca yang “ when we stuck together “ kan? Gue nulis tentang Nina dengan lengkap dan terperinci disitu.
Nina semakin hari, Nina semakin memberikan harapan untuk gue, harapan yang bisa buat gue balikan, cuma sekedar informasi, gue sempat jalan pas bulan Desember tahun lalu, sempet gue ngobrol tentang 2 tulisan gue yang isinya tentang dia
“ eh elo sudah baca tulisan gue tentang elo yang kemarin nggak? “
“ ho oh, weeh keren loh “
“ hehe, banyak juga temen temen gue yang komen loh tentang itu “
“ ehhk, komennya apaan? “ tanya Nina, mencoba menahan tersedaknya sambil memasang mukanya serius
“ kata temen gue sih ‘ bisa bisanya sih elo masih jalan sama orang yang elo suka dan dia udah nggak suka lagi sama elo, tapi, elo masih kuat buat ngejalanin dan jalan sama dia? Kalo gue sih mungkin udah gue tinggalin deh ‘ gitu katanya “
“ yah, memang sih, satu sisi gue kelihatan jahat, gara gara ninggalin elo, gue sih berusaha buat sayang sama elo, tapi gue nggak bisa, di sisi yang lainnya, elo itu cowo yang enak buat dijadiin pacar, beberapa mantan gue terlalu posesive sama gue, termasuk pacar gue sekarang, dan itu yang nggak gue suka dari mereka “
“ semuakan di tangan gue? Cuman gue yang ngejalanin, bukan temen gue “
“ iya sih, hihi “ Nina ketawa kecil sambil menghabiskan mi pangsit yang sementara dia kunyah
Setelah makan mi pangsit tadi, kita jalan jalan di sekitar karebosi, gue sempet memegang tangannya sama seperti waktu gue nonton Breaking Dawn, menikmati dinginnya co2 ketika malam dari pohon pohon tua yang kokoh di terpa angin, hujan, dan panas, dan kadang gue kagum sama pohon pohon disana, yang masih tegar berdiri walaupun tanpa pohon lain yang menemani setiap cobaan.
Sepertinya cuman pengalaman gue nih yang gue ceritain?
So, gue mau berbagi lagi dengan beberapa pengalaman gue ketika melihat beberapa hubungan orang lain di sekitar gue, yaitu Tyo.
Sekian kalinya gue nulis Tyo dalam tulisan gue, yah, anak adam yang sebenarnya ngondek ini punya pengalaman cinta yang agak aneh dengan Erin.
Erinza Erya .als Erin, dulu, Erin sempet satu sekolah sama gue, dan yang paling parahnya dia itu sahabatan sama Yeye.
Waktu SMP, Erin sangat pendiam, saking pendiamnya, gue pernah nganggap dia itu gagu, karena cuman di kantin doang gue denger suaranya kalo lagi beli minuman, sekarang Erin berbeda dengan waktu SMP, dia selalu ranking satu, mulai dari kelas satu sampai sekarang, waktu bisa merubah Erin yang dulunya nggak rajin ngomong menjadi sangat hyperactive ketika belajar PKn.
Otaknya sesuai dengan bentuk badannya yang … hem ndutt, sedangkan gue, punya otak setengah aja udah syukur, gimana kalo badan gue otak semua? mungkin gue udah kayak BJ Habibie.
Entah kapan dan siapa yang memulai untuk main jujur jujuran diantara mereka berdua, dari kesaksian mereka, Tyo itu yang duluan untuk main jujur jujuran
“ jadi sekarang elo udah pacaran sama Erin? “
“ belum, gue belum jadian sama Erin “
“ jadi? “
“ ya gitu deh, gue belum mau pacaran “
“ lah, tapi kan, elo kayak … “
“ iya, iya, gue tau, gue kayak ngegantung Erin kan? “
“ nah itu elo tau “
“ gini, gue udah main jujur jujuran sama Erin, dan Erin juga suka sama gue, tapi nanti gue bakalan pacaran kok sama dia, sesudah UN, gue bakalan resmiin kalo gue udah jadian sama dia “
“ hem “ jawab gue, ngangguk
Kenapa Tyo menggantung hubungannya dengan Erin? gue cuman kasian aja sama Erinnya, kan dia cewe, udah cewe, besar pula otaknya.
Beberapa hari yang lalu setelah pembukaan Porseni SMA se-kota Makassar, kita bertiga jalan bareng ke Gramedia buat hunting buku, Tyo juga mau beli buku kumpulan rumus gitu, sedangkan gue ke Gramedia buat melihat nomer telpon di dalam yellow pages edisi terbaru, siapa tau bisa dapet orang tua yang anaknya lagi jomblo
“ eh ghy udah jam berapa? “ tanya Tyo
“ jam sebelas, katanya mau ke Gramed? “
“ ho oh, ayo deh “
Di dalam perjalanan pun gue melihati mereka sedang ngobrol di atas motor, membahas sesuatu agar tidak merasa bosan di dalam perjalanan menuju Gramedia, gue hanya menghabiskan rokok yang masih terbakar sambil menghayal adakah orang yang bisa sayang sama gue untuk menghabiskan waktu di perjalanan di atas motor?.
Sesampainya di mall Panakukkang mereka masih tetap berduaan, mengitari mall yang baru buka, berduaan, eh, bertiga sama gue.
Badan kurus, muka gue yang tua, disertai tangan yang di selipin di ketek, gue terlihat seperti body guard yang bukan body guard, dan setelah menaiki dua escalator, akhirnya kita sampai.
Toko buku yang banyak yang memiliki buku dan karyawan yang cantik, itulah Gramedia, kita di sambut dengan security yang mukanya hampir mirip dengan gue, kalo gue berdampingan, gue telihat bersama om om security tua berkulit hitam pekat dengan anak muda bermuka tua yang ngondek. yuk mareeee
“ eh gue ke rak buku rumus dulu yah? “ tanya Tyo
“ ok, gue mau ke rak novel dulu “
Kita bertiga berpisah, gue sendiri, mungkin mereka berduaan, gue pergi ke rak novel, mencomot salah satu buku yang pernah gue baca tapi belum selesai, “ I love you, Bodoh! “, dari judulnya saja sudah mencerminkan suatu kisah tentang dua orang manusia, yang satunya laki laki, yang satunya pelacur, kasian.
Cerita di dalam novelnya menceritakan seorang laki laki yang jatuh cinta sama seorang pelacur, tipe laki laki tersebut cewe yang apa adanya, cuek dengan cara bicara yang kasar, seleranya agak aneh, tapi seru juga kalo punya pacar kayak gitu, tapi nggak nge-lacur juga kali.
Setelah membaca beberapa lembar dalam buku itu, tiba tiba Tyo datang ke arah gue, Tyo mau mencari Erin
“ eh ghy, matahari gue mana? “
“ matahari?? Erin maksudnya?? “
“ iya, soalnya dia selalu menyinari hatiku yang gelap “
Gue pikir, maksudnya Erin itu matahari karena badannya yang gede, ternyata bukan.
Tyo memang jago ngegombal, buktinya Erin yang sebesar itu bisa dia taklukkan, dan entah kenapa Erin seperti gajah yang rela di ambil gadingnya oleh seorang pemburu cinta, yup (s)he is Tyo.
Beberapa kali berputar putar mencari Erin, ternyata dia udah ada di rak buku buku motivator cinta, err, rak buku yang nggak akan pernah gue datangin selama gue masih hidup dan sering ke Gramed.
Seperti anak kecil yang masih oon, gue belum tau bagaimana seriusnya berhubungan dengan rasa cinta, kalo gue dengar kata itu, rasanya seperti di kucilkan, karena gue jomblo, hah, kampret.
Di dalam rak rak itu terselip satu buku yang menurut gue dan Tyo paling aneh
“ eh ghy lihat tuh bukunya!! “
“ yang mana? “ mata gue mulai menyisir nama nama buku yang di maksud Tyo
“ yang ini, ‘ anak laki laki perempuan, bisa di atur ‘, yang ciptain buku ini germo atau apa? ” Tyo mengangkat bukunya
“ hahaha, kacau banget namanya “
Bukunya terdengar seperti jual beli anak yang sangat mudah transaksinya, ibaratnya, anak perempuan dan laki laki ini adalah sebuah ikan kaleng yang tinggal di bayar.
Kemudian, ada buku yang paling menyinggung gue, “ kunci sukses agar nggak jomblo lagi ”, pffft, buku buku seperti inilah yang nggak bakalan gue baca, soalnya, gue nggak mau PDKT dengan cara dari buku buku tersebut, seolah olah gue nggak tau sama sekali cara PDKT. ( padahal memang gue nggak tau cara PDKT )
“ rin, ke kasir yuk, gue mau bayar buku gue nih “ kata Tyo dengan lembutnya
Sesampainya di kasir, kita di persilahkan untuk membayar di kasir yang ujung dekat rak DVD dan cat lukis, spot nya memang agak tersembunyi dari keramaian, mungkin, kasir ini khusus untuk orang orang yang lagi pacaran, karena biasanya orang orang yang lagi pacaran bakalan menghilang dari keramaian ketika berduaan, kasir ini nggak cocok buat gue yang nggak bisa pacaran di awal tahun.
Menengok kiri kanan, mata Erin mulai terpaku dengan rak DVD original yang harganya lima kali harga DVD bajakan
“ wow, film yang ini keren! “ seru Erin sambil mengangkat DVD korea yang dia suka
“ yang ini juga bagus “ kata gue
“ tapi yang ini lebih keren “ Tyo mengangkat DVD Turitorial senam
hening
beberapa kali mengatakan yang ini lebih keren gue mulai aneh sendiri, DVD yang kita bilang keren nasibnya selalu sama, kembali ke raknya, lalu nggak jadi di beli. ( kita memang nggak bermodal )
Tyo ingin membayar bukunya, pas mau ke kasir, giliran Tyo yang matanya jelalatan ke tumpukan cat lukis
“ wah coba gue punya cat lukis lengkap kayak gini, keren! “ kata Tyo, norak
“ tapi yang ini lebih keren “ kata Erin
“ eits, cukup! Kayaknya kita mulai de javu deh? barang barangnya elo bilang keren, diangkat, terus kagum sama barangnya, lalu di tinggalkan, sama seperti di rak DVD tadi, udah deh, mendingan kita kabur aja “
“ hihihi “ Erin ketawa menutupi mulutnya
“ hahaha “ gue ikutan ketawa sambil menutupi pantat gue
setelah aneh sendiri dan kecapean bilang yang ini lebih keren, akhirnya kita ke kasir.
Untuk menghilangkan hasrat kita buat beli DVD di Gramedia, akhirnya kita beli DVD bajakan yang harganya lebih bersahabat dengan kantong kita bertiga
“ ci’ yang ini berapa? “
“ tujuh ribu dek, itu yang udah bersih, bagus loh film nya “
“ kalo yang ini? “
“ sama dek, itu juga tujuh ribu, tapi belum bersih “
“ yang ini, ini, ini “
“ … “
Sepertinya ci’ yang jualan DVD bajakan tadi mulai emosi, suaminya yang awalnya duduk duduk santai depan tivi sambil nonton DVD jualannya sendiri, tiba tiba risih dengan kedatangan kita bertiga, takut ci’nya marah, kita beli DVDnya tiga biji.
Sementara berjalan menuju parkiran, tiba tiba Tyo bilang ke gue
“ ghy, gue mau kerumah elo “
“ hem, boleh “
Membayar uang parkir pun gue nggak sanggup, uang gue tinggal seribu, seharusnya gue harus bayar dua ribu, Erin nambahin uang gue waktu itu.
Dalam perjalanan, tiba tiba gerimis, Erin semakin erat melipat tangannya yang besar, gue mulai menggigil di motor, sedangkan Tyo masih merasa hangat dengan seseorang yang dia sayang di belakangnya, syahduuu.
Setibanya rumah gue, kita bertiga makan dulu, kemudian mengobrol ngobrol sedikit, tentang temen kelas gue yang mata itemnya naik ketika ketawa karena kena step akut dari lahir, tentang Yeye, tentang hubungan mereka, rencananya mau nonton DVD, dan DVD di rumah gue tiba tiba rusak.
heemh, awal tahun.
Kalo mengingat awal tahun, gue punya project tulisan yang ini berawal dari pemikiran gue terhadap hubungan orang orang di luar sana, yang seperti gue sebutkan di awal tulisan gue, menjelaskan beberapa nasib orang setelah menyatakan cinta, mungkin di terima, dan paling sering di tolak.
Sebelum tahun baru, sewaktu gue gowes ke rumahnya Leandra, sempet sempetnya gue nanya dia gimana kalo gue pacaran sama Olvi?
“ kira kira gue bisa pacaran nggak sama Olvi? “
“ HAH? OLVI? “ teriak Leandra, merubah raut mukanya menjadi heran
“ haha, nggak lah, nggak cocok kali mas “
antiklimaks
Sementara gue naik sepeda, gue berpikir untuk mendapatkan feel galau diawal tahun, gue mau bikin tulisan tentang kegalauan gue dan orang orang di sekitar gue.
Kalau mau dapat feel galaunya mungkin nggak begitu sulit, tapi berhubung gue udah lama nggak galau ngedapet feelnya itu yang susah.
Gue putuskan buat nembak Olvi, kalo gue di tolak, setidaknya gue dapet feel galaunya, kalo gue di terima, sudah jelas dan pasti, gue bisa pacaran sama Olvi.
Kalau bicara diterima atau ditolak yah elo baca aja sampe habis, ntar juga elo tau sendiri.
Yah, manusia yang satu ini memang nggak begitu cocok dengan gue, walaupun otak gue sama dia itu cocok.
Ada beberapa kesamaan tujuan hidup diantara gue dan Olvi, misalnya, Olvi itu mau gemuk, sedangkan cita cita gue adalah obesitas, yap, betul sekali OBESITAS.
Obsesi gue menjadi seorang Obesitas berawal mula dari ejekan ejekan orang ke gue, katanya orang yang kurus bakalan susah dapet pacar, cewe nggak mau cowonya kurus karena kelihatan jelek, seorang cewe yang langsing-tinggi-semampai berpacaran dengan orang yang kurus-tinggi-tak beraturan, dan itu gue.
Maka daripada itu gue bercita cita menjadi seorang Obesitas, menurut gue orang Obesitas itu keren, orang orang sukses diluar sana di dominasi oleh orang orang yang perutnya buncit, sehingga ada pepatah mengatakan bahwa buncit tanda seseorang sukses.
Coba elo bayangkan, seorang yang buncit di tengah teman temannya menaikkan celananya yang kedodoran tiap kali narik nafas, setiap kali dia narik nafas maka celananya memiliki rongga sehinggi bisa melorot, dan itu sangat keren menurut gue.
Gue membayangkan diri gue dengan perut yang buncit, Rolex raksasa di tangan kanan, rokok yang masih menggantung dimulut sambil berusaha untuk berbicara dengan teman temannya, wew, sangat kereeen.
Kembali ke Olvi
Logisnya, seseorang yang menurut gue manis tak sepantasnya bisa pacaran sama seseorang yang tinggi serta memiliki jidat yang lebar, soo, gue sempet mengurungkan niat gue untuk nembak Olvi.
Berpikir dua kali akhirnya putuskan untuk tetep menyatakan cinta ke Olvi, walaupun hati gue nggak sependapat, memang, Olvi itu cuman menjadi temen gila gilaan gue dan Tyo, dan di sisi lain Olvi adalah orang yang bisa menjadi Inspirator gue ketika menulis sesuatu.
Gue manfaatkan rasa suka gue untuk mendapatkan feel di dalam tulisan gue yang sekarang, dan prosesnya terjadi seperti ini
Saat pergantian tahun, salah satu readers gue nanya ke gue, namanya Dido
“ ghy, kok elo nggak nulis lagi? Vacuum lagi yah? “
“ nggak kok, cuman lagi nggak ada inspirasi aja “
“ pengalaman akhir tahun elo apa? share itu aja “
“ hem, ada sih, nanti lah, awal tahun gue bakalan posting “
“ sip sip, gue tunggu nih cong “
“ sabar, sabar, elo kira gue tukang ketik apa? “
Setelah sms singkat itu akhirnya gue brain storming.
Spot andalan gue ketika brain storming adalah teras atas yang ada ruang kosong untuk menyudutkan diri atau toilet dalam kamar gue.
Setelah membuat story linenya, gue melanjutkan dengan mulai mengetik, dan di dalam ketikan itu gue mulai berfikir untuk membuat cerita galau di awal tahun, sebelum tulisan ini gue buat, tulisan gue yang kemarin gue buat berdasarkan kejadian yang lebih baru, dan kebetulan kejadian jalan bareng sama Olvi dan Iis masih lebih fresh di otak gue, jadi, part yang ada Olvi di dalamnya gue lebih panjangin.
Di tulisan gue yang kemarin, gue cerita tentang hilangnya hape butut gue, tentang susuahnya jadi anak SMA yang nilai nya anjlok, tentang jalan bareng gue dengan temen temen SMP, temen temen sekolah sekarang, dan cerita tentang Olvi yang fotonya gue suka setelah insiden foto dengan senyumnya yang unyu itu.
Kesini sininya, Dido semakin penasaran sama tulisan gue yang baru, biasanya gue kalo nulis nggak begitu lama kalo lagi mood, dan elo tau gimana rasa suka elo bakalan kecampur dengan pikiran elo yang mau fokus buat nulis, pikiran elo bakalan kacau.
Kata demi kata gue ketik, pikiran gue mulai melayang, di otak gue cuma ada kejadian kejadian aneh, ada juga sih kejadian yang seru, walaupun kejadiannya serius entah kenapa otak gue malah membelokkan kejadian yang ada.
Satu minggu berlalu, seakan di kejar waktu, gue mulai berpikir bagaimana cara yang tepat buat nembak Olvi?
Mungkin membawakan se bucket bunga mawar? malah lebih mirip sinetron anak muda kurang gaul nembak cewe yang agak sarap ketika ngomong.
Datang ke tempat lesnya sambil bawa puisi? malah kayak laki laki desperate gara gara udah jomblo bertahun tahun.
Nembak sambil berlutut terus ngasih cincin, lebih menggelikan lagi.
Sebelum hari H, gue sempet nanya sama Tyo
“ kira kira kalo gue tembak Olvi diterima nggak gue? “
“ gue fifthy fifthy, kalo elo diterima sih, mungkin. Karena otak elo sama sama sarapnya, kalo elo ditolak sih, mungkin juga. Karena muka elo dibawah standart-nya Olvi “
“ … “
“ jadi, elo suka sama Olvi? “
“ yah, suka sih suka, cuman … gue nggak PeDe gitu cong “
“ ya elah, elo aja nggak yakin, gimana kalo elo ngejalaninnya? “
“ iya juga sih “
Awalnya kata kata Tyo ada benarnya juga, kalo gue bisa pacaran itu adalah hal yang mustahil, tapi kalo gue nggak tembak, yah gue bakalan rugi dua kali, udah nggak nembak, nggak ada tulisan baru lagi.
Finally, gue tembak Olvi pake tulisan yang kemarin.
Gue mulai mendapatkan kesulitan untuk membuat kata kata yang bisa membuat cewe kelepek kelepek, gue nggak tau ngegombal seperti cowo cowo yang lain.
Cowo cowo penggombal biasanya gampang banget dapat cewe, dan tipe tipe seperti gue inilah yang nggak ada hal yang nggak bisa mendukung, udah jelek, nggak tau ngegombal lagi, kasian.
Hari rabu, tanggal sebelas Januari, gue di dalam suatu kebetulan, hari itu sama dengan lagunya Gigi yang 11 Januari.
Malamnya udah gue persiapkan mateng mateng, gue bawa tulisan gue yang dia juga mau lihat, gue pasang muka sedikit serius, intinya gue menjadi Aghy-yang-lain-daripada-yang-lain
“ vi elo dimana? “
“ gue di dalem nih, gue telat masuk “
“ katanya mau lihat tulisan gue? “
“ oh, gue lupa, elo dimana? “
“ keluar gih, gue tungguin di warung samping GO “
“ ok “ Olvi menutup telponnya buru buru
Sementara Olvi mau keluar dari dalam GO, gue melihat Tyo, Nisa, dan dua orang anak Ipa2 lagi ngobrol ngobrol di warung
“ cieeee, yang mau nembak Olvi “
“ ah serius? Aghy mau nembak Olvi? Udah normal kamu ghy? “ kata Nisa, heran
“ weh weh weh, gue mau nembak cewe, elo yang ribut “
“ cieee, siap siap galau elo ghy “ sindir Nisa
“ errr, pokoknya kalo Olvi datang, elo berempat pura pura nggak kenal gue sama sekali “
“ beeeh, segitunya “ Nisa menggerutu
“ masalahnya ini Olvi nis, gue susah fokusnya kalo kalian rempong di belakang gue “
“ ya udah, kita pura pura diem aja “ Tyo meredamkan suasana
Gue mulai mempersiapkan diri, tarik napas panjang, buang lewat mulut, tarik napas lagi, buang lewat idung,
“ WHOOOSAAAA, releks ghy, dia cuman cewe ghy, cuman Olvi ghy, bukan Mpok Atik, Olvi nggak mungkin latah gara gara gue tembak, selooow ghy ”
Bawaannya jadi parno terus, gregetan sendiri.
Sementara mau beli kopi tiba tiba Olvi datang, gue mulai bersikap seperti biasanya, memanggilnya seperti teman biasa, bukan seperti orang yang mau nembak cewe
“ woyyy, lama bener elo “
“ sori, sori, gue tadi habis ngobrol sama temen gue, gue cuman mau beli teh kotak kok, gue mau ke dalam lagi bentar, tungguin gue, gue mau lihat tulisan elo “
Fiuuuh, Olvi belum siap baca cerita gue, dia masih sibuk dengan temannya, lima menit kemudian dia datang lagi
“ eh mana tulisan elo? Bagus nggak? “
“ errr, yah bagus lah “
“ mana coba? Sini sini, gue mau lihat “
“ elo mau langsung part elo atau elo mau baca lengkap? Soalnya ada partnya Sule disini! “
Sule itu mantannya Olvi yang jadi sohib gue sampe sekarang
“ lewatin aja deh yang partnya Sule, eh kemarin gue sempet ketemu sama dia, terus dia bilang ‘ back to the past yuk? ‘ gue cuman ketawa, kirain dia masih pacaran sama Karina? “
Olvi pun tidak tau kalo gue bakalan melakukan hal yang sama seperti yang Sule lakukan kemarin, bedanya, kalo kemarin Olvi habis di tembak sama mantannya, sekarang dia bakalan di tembak sama alien setengah homo
“ iya, dua hari sebelumnya gue juga habis jalan sama Sule, katanya sih hubungannya sekarang nge gantung gitu, tapi si Sule mah enak, mukanya ganteng, gampang dapet cewe “
“ haha, nyadar juga elo “
“ pffft, kayaknya gue mulai di hina, mending elo baca deh, gue mau jemput ade gue jam setengah sembilan “
“ ok deh, gue baca nih “
Bodohnya gue adalah menawarkan dia langsung ke part dimana dia menjadi tokoh utama dalam cerita gue, dan lebih parahnya lagi dia bacanya cepet banget, jantung gue udah dag dig dug dangdut, salah sedikit bisa bisa jantungan gue kumat.
Olvi membaca dengan posisi tangan kanan menahan jidatnya, sedangkan tangan kirinya lebih fleksibele untuk mengambil teh kotak, meminumnya, dan menaruhnya kembali.
“ hahahahahaha “
Dia ketawa kenceng banget sambil menoyor kepala gue, gue hanya bisa tahan malu gue bercampur gemeteran, biar tenang, gue merokok.
Telinga gue mulai gue tutup rapat, jari telunjuk yang biasanya buat ngupil atau nyongkel uang dari celengan ade, sekarang beralih fungsi menjadi penyumbat telinga, gue takut kalo Olvi tiba tiba ketawa gede pas dapet paragraph dimana gue tulis “ I wanna fill your emptiness Olvie Tryani Pontoh “.
Sedikit demi sedikit gue seruput kopi panas dari mbak mbak penjaga warungnya, lidah gue mati rasa gara gara Olvi mebacanya dengan cepat.
“ HAHAHAHAHA “ Olvi ketawa sambil menoyor gue
“ kenapa?? Sekarang mengerti?? “ gue masih menutup telinga gue
“ hahaha, iya iya gue ngerti, HAHAHAHA “ dia toyor gue lagi
“ jadi?? “
“ eh bentar deh, gue mau masuk dulu, udah bell nih “
“ ya udah deh “
Keluarnya Olvi dari warung tadi adalah kebahagiaan gue, ngosngosan, keringat dingin, bibir gue pucat, toyoran Olvi lama lama buat gue tipes
“ jadi?? Olvi bilang apa? “ tanya Tyo, penasaran
“ dia nggak … bilang apa apa, dia langsung … kabur “ gue ngosngosan
“ udah, tenang dulu, tarik napas ghy, nyebut nyebut “ Nisa menganggap gue lagi kesurupan
“ woi woi, elo kira gue apa? “
“ eh ghy, gue masuk dulu, udah bell kan dari tadi? “ Tyo melanjutkan pembicaraan
“ iyahh … Olvi masuk … gara gara udah bell “
“ tungguin gue disini sampe pulang yah? Kan gue pulangnya jam delapan lewat, daripada elo melongo di rumah? “
“ ho oh, sana sana, gue mau nenangin diri dulu “
Menunggu Tyo pulang dengan warp time bareng om om penjaga warung samping GO, dia cerita tentang anak anaknya yang jago dalam bidang masing masing, gue cerita tentang lomba mading tahun lalu di kampus salah satu anak dari om tadi
“ ho oh, bagus loh, kamu udah juara juara begituan, saluut deh om sama kamu “
“ hehehe, tapi aku masih amatir om, belum terlalu jago “
“ saya kira kamu ini jadwal lesnya hari Selasa Jumat? Kok datang hari Rabu? “
“ eh tadi temenku mau lihat tulisan aku, dan waktunya pas nganter ade aku les, yah sekalian mampir di sini deh “
“ oh, yang cewe pake baju item tadi? Pacar kamu yah? “
“ mhuehehehe, kayaknya nggak deh om, mungkin cuma jadi temen doang “
Kata kata om tadi rasanya seperti di toyor lagi, gue semakin yakin kalo gue bakalan di tolak, atau tidak, Olvi kira tulisan gue yang tadi cuma becanda doang.
Mengobrol tentang buku buku yang sering om baca, sepertinya, om ini cerdas deh, dari luarnya aja yang kelihatan dongo, tapi kalo di ajak ngobrol, bahasanya coyy, tinggi banget, udah kayak ngobrol sama lulusan S_3 sastra.
Satu setengah jam berlalu dengan cepat, Tyo buru buru ke warung lagi
“ cieee, setia banget tungguin Olvi pulang “ ejek Tyo
“ errr, Olvi mana sih? “
“ tunggu, gue sms “
Lima belas menit kemudian, ternyata Olvi sudah kabur duluan dari GO, gue udah menunggu dia satu setengah jam, tapi??
Gue langsung pergi untuk jemput ade gue, tiba tiba gerimis, wah, efeknya luar biasa, galau yang gue tunggu benar benar terasa, sebagai pelengkap, gue sempet sempetnya untuk sms Olvi di jalan
“ yah sekarang serah elo deh mau anggap becanda atau apa, setidaknya gue udah berani bilang “
“ yeeeh, bukan di anggap becanda, as you know, you, me, and Tyo was a perfect crew, right? “
“ errr, ya sudahlah, sekarang ceritanya elo kayak computer yang bilang ke gue ‘ access dinede ‘ “
“ elo nggak nembak kan? Jujurkan nggak salah? anggap aja elo tadi habis main jujur jujuran sama gue, we are perfect as a besties, and I don’t want it to change “
“ gue udah perkirakan dari awal, kalo ini bakalan di anggap ‘ main main’, haha, perfect “
“ hehe, eh tulisan yang tadi elo mau posting kan? Mention gue linkya yah? “
“ mungkin gue bakalan nggak posting, butuh waktu yang lama buat edit tulisan gue yang ini “
“ ya udah, nggak papa “
Di rumah gue mulai risih, gue sms Olvi lagi
“ ok, sekarang, elo anggap gue tadi nggak ke GO, oh gue juga lupa, jangan kasih tau Iis yah? Plis, pasti gue di ejek habis habisan “
“ gitu kek daritadi, sip sip “
“ elo mau gue postingkan tulisan yang tadi nggak? “
“ loh? Kok elo nanya ke gue? Itu kan tulisan elo? Serah elo dong mau posting atau nggak? “
“ nggak, gue hargain elo aja sebagai readers gue, siapa tau elo mau baca? Harapan gue tadi kita jadian, gue jadi Raditya dika nya, elo jadi Sherina nya, sayang gagal haha “
“ errrr, gini nih efeknya kalo terlalu terinspirasi sama Dika “
“ tapi kan gagal? Gue yah tetep gue, aghy yah tetep aghy “
“ dan demi apa elo mulai lebay “
Gara gara di bilangin lebay akhirnya gue berhenti smsan sama Olvi.
Kalo dilihat lebih jauh memang Raditya Dika itu writer kontet yang bisa pacaran sama Sherina, dan satu sisi, Dika adalah writer cerdas yang bisa membuat cerita galaunya sebagai bahan tertawaan banyak orang, Sherina pun sama, dia jago bahasa Inggris, sama seperti Olvi.
Akhirnya, ketika elo berharap sesuatu bakalan berjalan lancar, maka berpikirlah lebih banyak daripada biasanya, karena kegagalan akan terselip di dalam suatu proses dalam bentuk apapun dengan cara apapun.
Dan ketika elo down, janganlah elo merasa bahwa elo lagi di bawah, sebenarnya, kamu cuma kurangan sesuatu hal yang kecil aja, makanya elo merasa di bawah, dan kekurangan itu adalah menyeimbangkan semuanya, pertemanan, percintaan dan kehidupan kadang harus di bawah dan kadang harus di atas, cause this is real life, this is not a PlayStation, when you lose, you can push the “ Reset “ button, and then, you can play again.
Buat kalian yang ngak merayakan valentine day yah ini kado buat kalian, gue bersyukur bisa nulis ini, gue mulai tau gimana mati rasa ketika elo udah ditinggalin atau meninggalkan seseorang, rasanya hampa, nggak bisa dijelasin pake mulut, butuh feel yang kuat untuk merasakan gimana sakitnya ditinggalkan atau di selingkuhi.
Mudah mudahan tulisan gue sekarang bisa menginspirasi kalian, Olvi, thanks buat gue galau, akhirnya gue bisa nyelesain ini, dan buat Dido, ini adalah pelepas rasa kangen elo sama tulisan gue, semoga elo nggak ikutan galau kayak gue, amin.
CHAO !!!
Posting Komentar