new people like her knew me
Sebagian besar
orang hanya menganggap pacaran itu hanya berupa status belaka tanpa ada keabadian didalamnya, dan seperempat lainnya mengganggap pacaran itu hanya hura
hura belaka tanpa ada pelajaran didalamnya, dan gue adalah bagian yang dari
seperempat yang terakhir, orang orang yang menganggap pacaran adalah sebuah
pelajaran penting yang hampir sama ratanya dengan kuliah ataupun kerja.
Semester 4
Hampir dua
tahun gue nge-jomblo, udah kebal rasanya kenalan sama cewe baru, minimal tiga
bulan sekali. Banyak yang berakhir tragis sama seperti tulisan gue yang
kemarin, mungkin itu jadi pelajaran buat gue, karena semua ilmu yang gue dapat
belum tentu ada di bangku kuliah.
Di pertengahan
tahun kemarin gue masih sempat kenalan sama teman SMA Pute yang se-kampus sama
gue, tidak begitu lancar setelah tau kalo dia itu udah pacaran sama teman
sejurusannya sendiri.
Gue bisa
ambil pelajaran dari sini
Harusnya gue nggak begitu mementingkan pacaran
untuk masa masa kuliah gue sekarang.
Oh iya, gue
lupa, resolusi gue yang di tahun 2013 sukses gue lancarkan. Gue masih worth it dengan janji gue sama Pute,
Lean, dan Depe pas tahun baruan di rumahnya Depe. Gue berhasil nggak pacaran
selama setahun penuh, IPK gue nggak pernah merosot dari 3,00 (mudah mudahan sih
sampe lulus yeh?? Amin).
Dan pada
akhirnya, mulailah hidup gue yang hambar setelah kenalan cewe yang salah.
Di semester
kemarin, gue masih suka mengkhayal tentang asiknya pacaran.
Iam, teman
kampus gue yang selama ini jomblo, akhirnya udah pecah perawan, maksudnya bukan
perawan yang seperti di sinetron pada umumnya. Bukan. Ini tentang pecah perawan
untuk statusnya yang selama ini dia emban : nggak
pernah pacaran selama hampir 18 tahun.
Cewe yang
lebih cocok khilaf itu biasa di panggil Rika (nama samaran), anak kampus UNM
yang niatnya jadi guru bahasa Inggris untuk anak SMP atau SMA, anaknya baik,
sopan, pake jilbab, lucu pula.
“ cieeeeee
yang udah pacaraaan “ kata teman kampus gue, Panjang, sewot sambil ngejekin Iam
“ apaan
sih?? Rese banget deh “ Iam membantah
“ udaaaaah,
ngaku aja deh, Mimi udah kasih tau ke gue kalo elo berdua itu pacaran “ kata
Panjang
“ itu
volume kecilin dikit napa?? Berisik amat sih “ gue mulai risih sementara
menulis postingan gue yang lama
Sekitar tiga
bulan Iam mengejar Rika di BBM,
mereka saling suka mulai dari awal BBM-an,
gue bisa lihat dari cara Iam lagi kerja tugas. Rapih banget, nggak biasanya Iam
kerja tugas rapih dan mengkilap terus disampul? Something wrong with this man.
Terbukti dengan
bio twitter Iam yang udah berisikan nama cewe, betul, namanya Rika
nebeng di bawah avatar twitter-nya
Iam. Fix, mereka berdua pacaran.
Gue sebagai
teman baik Iam, nge-support Iam dari
belakang, diantara gue berempat, Cuma gue yang
masih jomblo (sampai tulisan ini selesai gue tulis). Boby, Iam, dan
Panjang udah resmi pacaran waktu itu.
Boby
pacaran sama Kiki yang notabenenya adalah keluarga gue, Iam udah pacaran sama
Rika yang notebenenya adalah teman dari pacarnya Panjang, yaitu Mimi.
Tiap kali
kerja tugas, adalah waktu yang paling menakutkan menurut gue, kenapa?? Karena selama
mereka bertiga belajar di rumah gue, ada waktunya mereka bertiga keluar dari
kamar gue, berjalan perlahan ke teras, mengangkat hape masing masing, kemudian
telvonan sama pacar mereka masing masing.
Kalo elo
bertanya : terus?? Elo ngapain Gi??
Gue?? Masuk
di kamar, kunci pintu, pasang headset
ke laptop, cari playlist yang bikin
rasa panas gue hilang gara gara teman teman gue lagi telvonan sama pacar masing
masing.
Nggak ada
salahnya gue lebih menyendiri, ketimbang stay
di satu tempat yang nggak bakalan bikin gue nyaman sama suasananya.
Prinsip ini
yang gue pergunakan untuk melanjutkan kenalan gue sama orang orang baru.
Kak Desi,
salah satu keluarga gue yang lagi kuliah dan LDR-an sama pacarnya yang stay di Makassar, Kak Desi inilah orang
yang paling nyaman buat di ajak curhat curhatan.
Dia itu
kalo curhat tapi sambil nyeramahin gue, feel
bout still satisfy cause I don’t had older sister is just satisfied.
Saking seringnya
curhat, Kak Desi sempat cerita sama pacarnya yang kadang bikin dia jengkel,
kesel, dan bikin dia marah. Yaah, cowo cowo metropolitan memang seperti itu,
sebagian besar cewe takut pasangannya diambil , dan mereka berdua LDR pula. Jengkel,
kesel, dan marah itu adalah hal yang wajar.
Kak Desi juga
sempat cerita soal adik pacarnya sekarang yang love story-nya masih gitu gitu aja.
“ mau
kenalan sama cewe nggak?? “ kata Kak Desi di sela sela curhatannya
“ boleh,
anak mana nih? “
“ anak UMI,
kakak kirimin fotonya yah? “
Lalu Kak
Desi mengirimkan foto pacarnya dengan cewe lain
“ loh? Itu kan
pacarnya Kak Desi? Kenapa sama cewe lain? “
“ itu yang
kakak mau kenalin sama kamu! “
“ yang mana
dulu nih? Yang cewe atau yang cowo? “
“ yang cewe
lah, masa mau dikenalin sama yang cowo? “
“ oh iya,
boleh deh “
Selang beberapa
hari, gue langsung nggak ngeh buat kenalin diri ke orang baru, trauma yang gitu
gitu melulu, bikin gue parno dengan kenalan dengan cewe baru. Takut akhirnya selalu sama.
Semester 4.
Teman teman
kampus gue yang sering kerja tugas bareng sama gue masih melakukan kebiasaan
yang sama tiap kali kerja tugas di rumah gue, telvonan sampai telinga mereka panas dan sadar kalo tugas yang kita
kerja bareng belum dimulai sama sekali.
Sampai suatu
hari, Kak Desi datang ke Makassar, di sela sela jadwal asistensi Laporan
Laboratorium Mekanika tanah yang sudah gue asistensi.
Kak Desi
datang, kasih kabar ke gue buat jalan bareng sama dia, Kiki, dan Boby.
Dia minta
tolong buat dijemput, satu sisi, gue minta dijemput sama Boby, biar ceritanya
barengan, Boby menolak. Katanya gue lagi
mau berduaan dulu, nggak boleh diganggu.
Daripada di
rumah, sakit hati, nungguin hujan berhenti, gue nekad buat bawa mobil yang
bensinnya udah tiris banget. Dengan modal bismillah dan uang seratus ribu sisa
uang jajan kemarin, gue bulatkan tekad buat jalan bareng sama salah satu kakak kakakan gue.
Kita berempat
janjian buat ngumpul di McD. Dan Boby sempat salah tempat gara gara dia kira
kita ngumpul di McD Pettarani yang seharusnya kita ngumpul di McD MaRI.
Cerita cerita
soal pacaran, Kak Desi mulai memperhatikan Boby dan Kiki kalau lagi pacaran. Seru
sih, walaupun lagi marahan, entah karena apa waktu itu, gue juga lupa.
“ tuh Gi,
seru yah kalo lihat lihatin orang lagi pacaran? “
“ seru,
tapi, belum ada yang nyangkut “
“ coba di
kasih kenal sama Dina, mungkin bisa nyangkut? “ Kiki memotong pembicaraan
“ ya udah,
kakak kenalin lagi sama cewe “
Kak Desi
ngasih lihat foto cewe di hapenya.
“ perasaan
Kak Desi udah pernah kasih lihat foto ini ke Agi? “
“ iya?? “
“ iya, yang
waktu itu hari kan? Ini adiknya pacarnya Kak Desi kan? “
“ nah,
kenalan gih! “ Kiki semangat sekali
Oke.
Pelajaran pertama
: hampir sekian cewe yang gue ajak kenalan, mentoknya selalu sama, tragis, endingnya selalu FTV banget.
Gue masih
ragu buat kenalan sama Dina, kalo gue udah kenal, terus gue mau apain coba??
“ nggak
papa kok, kenalan aja dulu, kalo nyaman, baru di lanjut “ Kak Desi nepok pundak
gue
Dua hari
setelah jalan, Kak Desi bertanya ke gue, apakah
gue udah kenalan sama Dina? Gue jawab, belum,
masih belum siap, nggak tau mau ngomong apa? Kemudian curhat curhatan lagi.
Gue ingat
waktu pertama kali gue nge-chat Dina
waktu itu, kaku banget, barusan gue nge-chat
cewe sekaku itu.
Gue perkenalkan
diri, siapa nama gue? Minta maaf sama Dina, karena takut gue ganggu dia, nanya
dia kuliah dimana?? Sok sok nanya salah satu teman kompleks gue karena udah
kehabisan topik, fix, gue kaku
banget.
Sampai Dina jalan bareng sama Kak Desi,
disinilah untuk pertama kalinya gue baru bisa dengar suara Dina dengan jelas.
Gue ingat waktu gue masih maksa untuk Facetime sama Dina dan Kak Desi, tapi sayang,
WiFi di rumah gue agak berantakan.
Telvon telvonan dan chat chat selanjutnya makin lancar, gue makin nyaman sama Dina,
dengan modal suara sama chat chat-annya sebagai mood booster kalo gue lagi drop.
Gue selalu berusaha buat ketemuan sama Dina,
entah kah gue ajak jalan, makan atau pun ke salah satu surge gue, Gramedia.
Dina awalnya ragu, minder dan nggak mau sama
sekali buat ketemuan, entah serius atau tidak, tapi, dia nggak pernah punya
kesempatan buat itu.
Minggu lalu, tepatnya dua hari setelah
postingan ini muncul di private blog gue sendiri, gue baru sempat jalan
sama Dina, setelah kerjaan dan tugas sebagai pengawas pekerjaan fisik di luar
daerah gue tinggalkan demi ketemuan sama Dina.
Mengajaknya jalan buat cari buku referensi
untuk tugas gue selanjutnya, makan siang kalo sempat, dan di tutup dengan
ngopi. Itu agenda gue yang udah gue kasih tau ke dia.
Mencari buku gue di Gramedia Mall Panakkukang yang nihil, akhirnya kita cabut dari Mall
Panakkukang, sebelum cabut, gue masih sempat ke Disk Tarra buat cek salah satu EP dari The Script yang dari tahun lalu yang gue pesan namun nggak pernah
muncul sampe sekarang.
Lanjut ke MaRI, dan setelah parkirannya full, maka agenda untuk cari buku
referensi dicoret dari list kegiatan gue.
Ngopi di Coffe
Bean di daerah Karebosi, gue menikmati sore senang di hari minggu gue dengan
Dina.
Di sela sela gue menikmati Mocha Ice Blend
tanpa Whip Cream dan Hot Tea Peppermint yang Dina pesan, gue bisa memperhatikan
Dina dengan jelas.
Tatapannya sayu, seperti sore, Dina membisu
kalo gue lagi sementara membahas sesuatu, mengiyakan, kemudian sedikit
tersenyum. Mukanya sendu diterpa angin sore.
Gue nggak pernah senyaman ini dengan cewe yang
baru gue kenal, dan baru kali ini rasa trauma gue hilang dengan sendirinya, dan
kali ini juga, gue baru mood buat nulis semua ini di blog.
dan buat Dina yang sementara menunggu postingan
gue kali ini.
Could you fill my emptiness?? Could you be my
partner?? Could you be my girl??
Posting Komentar