Love, Laugh, Live

choose

memilih untuk hidup atau hidup untuk memilih ”

Pilihan yang cukup sulit menurut saya. Baru baru saja saya pulang dari double shot, sebelum  saya dan Wiwi meninggalkan tempat penuh kehampaan itu, saya meninggalkan pilihan buat Koko.

Sempat Koko terhenti sejenak dari cuci gelasnya akibat nyeletukku tadi, dia memperhatikan ku seksama, hilang konsentrasinya menggosok sisa sisa kopi espresso di gelasnya, lalu menjawab.


“ kalo saya, disuruh memilih antara memilih untuk hidup, atau hidup untuk memilih, saya lebih pilih hidup untuk memilih. Ya, enak. Maksudnya, situ hidup untuk mencapai banyak pilihan. Mau milih untuk makan enak, mau milih untuk tidur enak, mau milih untuk melakukan ini itu”

Saya menggumam sebentar, berdiri, lalu bergegas meninggalkan gubuk tua itu.

Ditengah jalan pun masih terpikir oleh kepala sendiri, memilih untuk hidup atau hidup untuk memilih?

Kalo di telaah lebih dalam, menurut saya, hidup untuk memilih kelihatan terlalu susah, ada banyak kemungkinan yang terjadi, tidak selamanya yang manis bakalan datang mendekat dan selamanya akan tinggal bersama nasib kita, tidak.

Saya mengambil memilih untuk hidup, kelihatannya terlalu heroic. Tapi, saya lebih suka ini, karena kita seperti berusaha mendapatkan kehidupan yang kita mau, kalaupun tidak, setidaknya kita masih hidup dan mensyukuri apa yang ada, meniggalkan rasa malu untuk tetap berjuang, dan menurunkan derajat demi nyawa dihari esok.

Lucunya, dalam kehidupan saya sekarang, saya lagi berusaha memilah kedua pilihan ini. Sama seperti ketika saya memilih keluarga atau kuliah, keluarga atau kerja, keluarga atau sahabat.

Memilih, mengambil keputusan, mencuri curi waktu bersama orang lain selain keluarga. Saya lebih memilih menghabiskannya bersama sahabat saya, walaupun membagi waktu ke mereka pun makin sulit. Saya sibuk, mereka lengang. Saya lengang, mereka sibuk.

Ketika saya sibuk, dan mereka lengang, kadang saya bertanya sampai kapan kalian kosong?

Kadang responnya cepat, kadang responnya lama, kadang responnya cepat namun banyak ketidakpastian, kadang tidak ada respon sama sekali, serasa mengabari batu gunung. Tanpa balas.

Ketidakpastian ini sering di perlihatkan sama Pute, salah satu kakak kakakan saya yang sering sekali memberikan info yang tidak pasti.

“ kapan kamu pulang ke Makassar? “ tanyaku dalam chat

“ eh, nanti saya kabari “

Dibalik chat ini kadang tersimpan rindu sama sahabat sendiri, dibalik sibukku, saya mencoba untuk tetap menjaga habluminannas.

Sampai, semua chatku terjawab dengan ketidakjujurannya Pute ketika di sudah tiba di kampung halaman. Bukannya berharap menjadi orang yang pertama di kabari, mendapat kabarnya pun syukur, dan saya harus sadar diri, saya harus atur waktu buat mereka.

Pute sudah tiba H-2 natal, kabarnya tidak pernah jelas seperti sifatnya beberapa hari terakhir.

“ Mungkin dia PMS “ Pikirku.

H+1, pasca natal. Ditengah tengah sibukku untuk menyelesaikan cerpen Rekayasa Pondasi dari dosen, Lean memanggilku, ke Pute, memberikannya kejutan yang terlambat untuk ulang tahunnya yang menginjak kepala dua.

“ Bentar ke rumahnya Depe yah, kita ke Pute, kasihkan kadonya “ Di ujung chatnya pagi itu.

Dan akhirnya kita bertiga sore itu ditengah Makassar yang lagi mendingin, kita pergi ke rumahnya Pute. Berharap dia kaget, dengan terang bulan keju sebagai pengganti kue ulang tahunnya, dan sebuat pop up card yang isinya berupa fotonya yang di edit bersama salah satu artis korea yang saya tidak kenal.

Dua jam menunggu, kesabaran saya mulai goyah, saya rasa Pute memang tidak bakalan muncul, Lean memaksa untuk tetap tinggal, Depe pun sama. Saya mengalah lagi untuk itu.

Jam delapan lewat sembilan menit, Pute tiba di ujung lorong rumahnya, entah naik apa dia sampai depan rumahnya, saya lagi tidur kebetulan.

Hiiiiiiii, Depe, Lean?? Sori lama, hiih?? Siapa yah??

Pute menunjukku sambil senyum heran, mencoba membuat lelucon lama ditengah tengah kantukku yang kelewatan.



Kejutaaaaaan


Lean mengalihkan perhatian Pute ke ruang tamu, sedangkan Depe sibuk dengan penjaga rumah Pute untuk menyiapkan terang bulan keju pengganti kue ulang tahun.

Pute kaget, bukan melihat terang bulan keju yang sudah dilihatnya sedari tadi, melainkan pop up card yang diberikan Lean. Saya masih mencoba untuk tidur di sofa ruang tamu Pute.

Introgasi, Lean menanyakan dari mana Pute tadi?

Katanya, dia habis dari salah satu kafe di daerah Ratulangi, bersama dengan sepupunya bersama salah seorang teman SDnya yang sudah menjadi pasangan tanpa statusnya belakangan ini.

Saya tidak kaget, mereka tidak pacaran, rasanya saja seperti pacaran, LDR pula, maklum. Pute lebih memilih untuk melepas rindu sejenak dengan pelaut andalannya yang sering disapa Capt.

Lanjut,

Bergosip, ketika perempuan lebih dari satu orang berkumpul dalam satu ruangan atau dapat berkomunikasi walaupun berbeda tempat, mereka akan bergosip, sebuah hal yang lumrah.

Mereka bertiga bertanya satu sama lain masalah pasangan. Lean sudah jelas, Pute pun sama. Depe? Katanya sudah mulai jalan satu bulan. Senang bisa mendengar mereka sudah mulai menemukan pasangan masing masing.

Satu sisi, saya disini sebagai kaum minoritas dan termuda dalam pergaulan ini, merasa tergeser. Kemarin kemarin, kalo saya chat Pute, secepat mungkin di balas, sepanjang mungkin, dan serancu mungkin. Lama kelamaan, tenggelam sendiri.

Lean pun sama. Sadar sih, dia sibuk, cuma Tomy yang selalu ada buat dia, lah saya?? Mana bisa? Pulang ke rumah saja jarang, apalagi punya waktu untuk mereka.

Lebih lebih Depe, chat terakhir yang pernah saya ingat, ketika harddisknya rusak. Sekitar 4 bulan yang lalu.

Saya senang mereka sempat membuat kacau jadwal kegiatan saya kemarin, disisi lain, saya punya waktu istirahat dari kegiatan saya demi sedikit mengobrol dengan orang orang lama.


Sebaik baiknya memiliki sahabat, ketika kita mulai merasa di ganggu dengan mereka, saya sadar, kadang saya salah. Saya tidak punya waktu buat mereka, saya tidak punya waktu buat keluarga saya. Dan yang hanya dipikiran saya kemarin kemarin hanya kapan tugas saya selesai, kapan kegiatan saya selesai, kapan saya punya celah waktu untuk bermain main dengan junior di kampus.

That’s why, saya merasa kehilangan sosok sosok pengganggu seperti mereka.

Oooh, saya juga baru ingat dengan sahabat saya yang lain, halo Eki, mudah mudahan kamu baca ini sampai selesai.

Tapi dibalik ini semua, saya punya target. Alhamdulillah saya dapat beasiswa dari perusahaan bokap, dengan syarat saya harus mengabdi di perusahaan bokap setelah lulus kuliah dan sarjana.

Mencari orang orang baru untuk dipercaya sangat sulit dimasa sekarang ini, orang mulai bermunculan dengan topeng masing masing.

Dibalik setiap sujud dan doa diakhir sujudku, kadang saya selip mereka di dalam doa, semoga sahabat sahabat saya ini sukses, hidupnya bahagia dengan orang orang baru disekitarnya, sehat, dan murah rejeki.

Saya memilih untuk hidup untuk memperjuangkan hidup saya sendiri, saya mencoba untuk berusaha ada disamping orang orang ini, saya mencoba bersyukur sudah mengenal orang orang ini. Terima kasih telah memberi warna dan waktunya.


Salam, dari orang yang sering merasa diganggu.

CHAO!!!

Posting Komentar