Love, Laugh, Live

ladies, withouuuuuut gentleman

Selama ini, kita dikelilingi dengan bermacam macam manusia, entah itu keluarga, teman, sahabat, atau pasangan. Tapi, ada satu hal yang masih sering nyangkut dalam pikiran gue.

Bukan soal hutang atau senior gue dikampus, bukan. Ini lebih massive, impact-nya lebih besar, populasinya banyak, mereka itu adalah perempuan.

Yup, kali ini gue mencoba mendescribe perempuan dari kacamata gue selama ini ngejomblo.



Perempuan itu salah satu mahkluk yang diciptakan tuhan untuk menjadi pasangan laki laki, dan tidak semua laki laki bakalan cocok dengan semua perempuan, kecuali elo pake pelet.

Banyak dari sifat sifat perempuan yang selama ini disturb dan absurd menurut gue, soo far, mereka masih hidup dengan dunianya mereka, dan gue sebagai laki laki, masih susah memahami secara nalar seorang perempuan.

Beberapa hari terakhir, gue masih sempat nulis status di path soal perempuan, yah, gue beralih dari twitter ke path, soalnya gue bisa lebih leluasa nulis disana, lumayan, jadi mini blog gitu.


Oke, mari kita mulai.

Perempuan, mereka selalu identik dengan make up, pernak pernik yang tidak pernah lepas dari setiap pergerakannya. Setiap hari, mereka selalu berusaha tampil beda, walaupun tidak ada yang memperhatikannya dengan jelas.

Bulan Juli kemarin, lumayan banyak reuni yang gue datangi, salah satunya reuni SMP, gue jadi salah satu panitia didalamnya, sebagai koordinator publikasi dan dokumentasi.

Setiap foto yang ada dalam kamera gue adalah salah satu bukti kebutuhan make up perempuan akan selaras dengan umur mereka.

Gue masih ingat, teman teman SMP gue waktu itu masih polos, kalo ke sekolah, modalnya cuma bedak baby yang di tepokin ke muka mereka, sekarang? Sudah bisa kita bayangkan, lima tahun tidak bertemu, muka mereka mulai berubah, tidak hanya muka, mereka pun makin langsing, ada juga yang agak gemukan, sementara gue sendiri, masih nyaman dengan gondrong gue yang masih aur auran.

Secara spesifik, selain bedak, perempuan juga butuh yang namanya pensil alis. Di Makassar khususnya, mencukur alis atau biasanya orang bilang sulam alis adalah salah satu kengerian yang terjadi di perempuan.

Lima tahun yang lalu, teman teman SMP gue yang perempuan cuma bermodalkan bedak kalo mau ke sekolah, sekarang? Wow, alis mereka (sebagian besar) mulai menebal, hampir setiap kali kalo gue ngomong sama teman SMP perempuan, gue membalasnnya dengan tatapan sinis, karena hampir dari sebagian mereka menatap gue seperti ibu ibu antagonis yang sering main di sinetron.

Bukan hanya dari alis saja, kita kembali ke bedak.


Fungsi bedak yang gue dapat setelah searching di google adalah menutupi pori pori dan memperhalus wajah, bukan menutupi hampir dari sebagian kulit di wajah mereka, bukan!
Sekarang? Bisa kita tebak, make up mereka makin tebal, gue makin parno kalo mengabadikan gambar mereka. Mukanya putih, lehernya abu abu. Absurd abis.


Pertanyaan mulai muncul :


kenapa perempuan menutupi mukanya yang alami? Memodifikasi wajahnya layaknya motor, kemudian tetap PeDe walaupun kita (laki laki) agak takut melihatnya? “


Kalian, para laki laki diluar sana, mungkin memiliki pertanyaan yang sama seperti gue. Mengambil hipotesis dari pertanyaan diatas, adalah :


kadang, perempuan ingin terlihat beda dari yang ada disekitarnya, sesama perempuan tentunya …

Tetapi…

Hasil yang didapat? Belum tentu sesuai, malahan mereka akan kelihatan sangat berbeda, tidak alami, menakutkan “


Merubah itu perlu, mempercantik itu wajar, tetapi, laki laki hanya butuh seseuatu yang alami, tidak usah dibuat buat. Lagian, perempuan seperti ini bakalan susah dapat suami. Takutnya, tiap hari kita cuma makan make up.



Lanjut…


Perempuan, identik dengan pernak pernik yang heboh, mengkilap, glamour, mewah, berwarna terang, dan masih banyak lagi.

Pernak pernik seperti anting, tas, gelang, kalung, pita rambut, termasuk sepatu, sebisa mungkin harus matching satu sama lain. Entah warnanya sama, atau bentuknya sama, atau mungkin sama dengan yang orang korea punya, entahlah, gue juga bingung.

Ngomong ngomong soal pernak pernik perempuan yang termasuk sepatu. Perempuan pada umumnya memiliki beberapa pasang sepatu di rumahnya, coba cek. Mereka punya, minimal enam pasang sepatu.

Sejauh ini, fungsi dari banyaknya sepatu ini apa sih?

Kemudian mereka akan menjawab :

INI SEPATU BUAT JOGGING, INI BUAT ACARA NIKAHAN, INI BUAT KE MALL, INI BUAT KE KAMPUS, INI BUAT KE RUMAH TETANGGA, INI BUAT ACARA SUNATAN, INI BUAT KE KAMAR MANDI, INI BUAT …. INI BUAT…. INI BUAT…. “

Kalo tidak percaya sama gue. Tanya deh sama perempuan disekitar elo selama baca blog ini, yakin. Nggak bakalan jauh jauh dari jawaban yang diatas.


Menurut gue? Ini dia :


laki laki nggak bakalan pernah menilai perempuan hanya dari sepatunya, entah itu nggak matching, kebesaran, atau apapun itu, yang jelas elo nyaman sama apa yang elo pake, bukan menyesuaikan dan menyiksa diri secara tidak langsung gara gara mau terlihat matching “


Satu satunya bahan referensi gue soal ke”geli”sahan gue terhadap perempuan adalah nyokap.

Selama ini, nyokap punya beberapa macam sepatu yang ada di rumah, dari dua lemari sepatu yang ada di rumah, hampir ada satu setengah lemari, dan isinya adalah sepatu nyokap. Sisanya? Bisa elo jawab sendiri, setengah dari lemari itu isinya sepatu bokap sama sepatu gue dan adek adek gue di rumah.

Sebagian besar sepatu nyokap adalah widges (sory yeh kalo tulisannya salah), dan efek terbesarnya adalah, nyokap sering banget kram di betis, lebih sering daripada Ariella (adek kedua gue) yang notabenenya adalah anak futsal, mungkin, adek gue harus mengajarkan pemanasan ringan sebelum nyokap pake widgesnya kemana mana.

Mengoleksi, kata yang tepat buat seorang perempuan, ini lebih mirip “ memulung sepatu dari toko sepatu itu sendiri ketimbang menggunakannya “.

Koleksi?? Masih ada yang lain dari perempuan yang bakalan gue korek habis habisan tentang “ koleksi “.

Koleksi, identik dengan barang barang yang jarang ada, kemudian disimpan atau dipajang, lalu dipergunakan kalo mau, kalo nggak, ya nggak apa apa. Kalo menurut gue, ini lebih mirip menabung, tapi makan tempat.

Hampir sebagian besar perempuan, punya lemari pakaian, isinya juga jelas, baju. Mulai dari baju dari kecil, baju agak besar, kemudian baju sekarang, dan lain sebagainya.

Kalo menurut gue :

“ perempuan bakalan nyaman dengan koleksinya, mereka akan bersaing satu sama lain untuk terlihat beda, menonjolkan fisik mereka yang dibungkus dengan baju, lalu banyak dari mereka akan takjub secara diam diam, kemudian iri, lalu membeli model baju yang berbeda namun dengan tipe yang sama, bahkan lebih  nge-trend dan lebih nge-hits ”


Hasilnya? Sudah jelas, baju baju mereka bakalan numpuk, jarang dipake, kemudian kalo sudah bosan, kasih keluarga yang di kampung, beres. Beli baju lagi, numpuk lagi, dan akan terus seperti itu anomalinya.


Huuuh, perempuan memang nggak bakalan habis kalo dibahas, entah itu kehidupannya, penampilannya, sampai ke sifatnya. Mereka akan mempertontonkan kebolehan mereka, sebisa mungkin perhatian hanya akan tertuju pada dirinya.


Perempuan?? Sifat?? Ide bagus tuh.


Seminggu terakhir, gue seriiiing banget jengkel dengan semua sifat sifat perempuan yang ada di sekitar gue. 

Entah itu nyokap ataupun teman perempuan gue. Aneh, mereka semua aneh.

Beberapa kali jalan bareng sama teman perempuan, gue mulai ditegur sana sini soal “ siapa yang bakalan bayar? “.


Ada teman perempuan gue yang nyeletuk seperti ini :


“ Ghy, dimana mana itu, laki itu yang bayarin perempuan! Nggak malu malu elo dibayarin ama perempuan? “

Untuk masalah dibayarkan, its not a big deal, tapi, selama gue masih di genggaman ketek nyokap, perempuan mana yang bakalan gue bayarin? Males.

Gue punya inisiatif, mungkin elo bisa kumpulin semua struk atau nota belanjaan makanan elo, kemudian, elo simpan baik baik, pas nanti mau nikah, elo taro dalam kotak coklat, kemudian bilang :


“ maaf calon ibu mertua, kemarin, belanjaan makanan anak calon ibu mertua banyak banget, jadi yang kemarin kemarin yang gue pake buat jajanin anak calon ibu mertua itu gue hitung jadi mahar nikah, ini calon ibu mertua……… ini struk dan nota jajan anak ibu “


Sudah jelas, gue bakalan diusir dari rumahnya calon istri gue. Nggak masalah.


Suami istri? Masih jauh pikiran gue soal itu, dan… bagaimana seorang perempuan memilih pasangan? 

Minimal jadi pacar dulu deh.

Mereka tidak pernah masuk akal dalam memilih pasangan.

Hampir semua, bahkan seluruh perempuan yang ada di lapisan bumi terluar ini, memiliki standarisasi yang tinggi ketika memilih laki laki untuk dijadikan pacar. Bukannya pesimis sih, tapi, muka laki laki Indonesia itu standard kok, biasa, nggak begitu putih, nggak begitu mancung, tingginya pun rata rata cuma 165cm sampai 175cm. itupun kalau mau dapat yang lebih tinggi, pasti mantan anak basket.

Dan mereka bakalan menyeleksi dari kita (laki laki) secara selektif, satu arah, dan tidak pandang bulu. Makanya rata rata perempuan bakalan salah memilih pasangan selama dia masih dalam status pacaran, bahkan hingga menikah.

Sebenarnya, gampang memilih laki laki yang akan dijadikan pasangan selama perempuan masih melihat dari kacamata laki laki itu sendiri. Paling gampang, ajak ngobrol, ajak makan, jalan, tapi dengan waktu yang kontiniu. Secara tidak langsung laki laki akan menunjukkan siapa dia sebenarnya. Simple.

Ketika seorang laki laki diajak jalan dengan perempuan, mereka memperlihatkan attitude mereka secara halus, dan belum menunjukkan perhatian yang berlebih.

Attititude, adalah salah satu syarat perempuan menerima seorang laki laki dalam hidupnya, tapi, banyak dari mereka hanya melihat secara fisik, bukan secara mental. Banyak dari teman laki laki gue, tampangnya sangar, hitam, mukanya pas pasan, tapi, ketika ditanya soal perhatian, bukan main. Teman laki laki gue bakalan menunjukkan betul betul. Nggak setengah setengah.

Perempuan, melihat secara fisik, gesture, cara bicara, dan lain sebagainya. Kita sebagai laki laki hanya bisa tertawa, karena itu bukan sifat asli dari laki laki, melainkan kesan pertama yang dia tonjolkan, padahal sebenarnya, bukan itu yang mereka punya.

Ngerti nggak??

Intinya, jangan pernah melihat kesan pertama dari seorang laki laki, dan jangan sampai perempuan yang lagi baca blog gue, terjerumus dalam kesan pertama yang diperlihatkan dari laki laki.

Apalagi yah??

Mungkin dari sisi pergaulan kali yah?? Biar seru.

Pergaulan seorang perempuan pada umumnya, berdasarkan asas nyaman atau tidak nyaman. Iya. Atas dasar itulah perempuan memilih teman, kembali lagi, mereka akan bersaing secara diam diam, memperlihatkan attitude mereka pada teman perempuannya yang lain, lalu menirunya secara diam diam, kemudian memperlihatkan kepada orang lain.

Perempuan itu adalah mesin foto copy hidup yang sangat kreatif.

Dan hipotesis gue, adalah :

fine, perempuan memang mesin foto copy yang kreatif, mereka akan menyesuaikan dirinya dengan orang lain, tapi, disisi lain, mereka akan menonjolkan topeng mereka sendiri “


Betul, mereka akan menunjukkan topeng mereka sendiri, karena di tempat A, dia memperlihatkan attitude sebagai orang A, di tempat B, dia memperlihatkan attitude sebagai orang B. fix.

Perempuan tidak secara langsung memperlihatkan siapa mereka, bagaimana mereka, dan apa yang mereka mau? Betul.

Ketika kita melihat kembali, perempuan memang punyak keanehan, satu sisi, dari tulisan gue yang ini, perempuan terlihat sangat absurd, memang, tulisan ini adalah semua ke absurd-an perempuan secara umum.

Tetapi, gue juga masih bisa terima kasih buat perempuan, entah buat apa. Saya cuma bisa terima kasih.


Atau okelah, gue bakalan explain satu persatu ucapan terima kasih gue dengan perempuan yang sudah baca tulisan gue kali ini.


Terima kasih buat perempuan,


Yang sudah membuat kehidupan gue menjadi absurd juga, terima kasih buat semua perempuan yang selalu merepotkan,  terima kasih buat perempuan yang selalu mengingkari janji, terima kasih buat perempuan yang bisa menjadi bagian terlucu dalam hidup gue, terima kasih buat perempuan yang biasa menemani dikala sepi, terima kasih buat perempuan yang selalu membuat bingung dengan kemauannya.


Terima kasih, buat semua perempuan.

Kalian terasa seperti rumah, dengan segala ke absurd-annya.



CHAO!!!

2 comments

Zahidah Zahra | 17 Agustus 2014 pukul 20.31

Baguuuus.
Hahaha
Perempuan memang identik dgn beli aja dulu, urusam dipake atau tidaknya nanti aja.
Perempuan saja biasa tidak tau apa yang mereka mau. Makanya jadi ribet sendiri.
Sebenarnya kalau perempuan lagi ribet toh, mereka itu mauji didengar tanpa perlu dijudge. Hahaha
Ya begitulah.

Btw mengubah bukan merubah.

Keep writing!

aghyie longga | 17 Agustus 2014 pukul 23.28

*revisi lagi haha

Posting Komentar